SAINS DAN PSUDOSAINS
PENDAHULUAN
Banyak pelajar di dunia setelah
bertahun-tahun belajar di sekolah masih belum memahami hakikat ilmu
pengetahuan. Polling yang dilakukan oleh National Science Foundation adalah
buktinya. Lembaga ini telah berulang kali menemukan fakta mencengankan di Amerika Serikat, ribuan orang masih tetap percaya bahwa
matahari berputar mengelilingi bumi, bahwa dibutuhkan satu hari bagi bumi untuk
berputar pada porosnya sambil lalu mengitari matahari, bahwa elektron lebih
besar dari atom, dan suara yang ada di dunia ternyata bergerak lebih cepat dari cahaya. Dari
polling tersebut pula diketahui bahwa kebanyakan orang Amerika tidak tahu apa
yang disebut sebagai molekul. Rangkaiaan
polling tersebut juga menemukan bahwa sekitar 19 persen guru biologi SMA
percaya bahwa Dinosaurus dan manusia hidup pada waktu yang sama. Polling ini
juga menjumpai fakta yang sangat mengejutkan bahwa 95 persen dari guru yang
disurvei tampaknya salah paham tentanag apa itu ilmu pengetahuan. Guru-guru
tersebut diberikan pernyataan untuk mereka tanggapi yaitu, “Para ilmuwan
tugasnya adalah mencari fakta, tapi kadang-kadang yang terbaik yang mereka bisa
lakukan adalah berteori.” Hanya 5 persen dari guru-guru yang dipolling tersebut
yang menjawab dengan benar bahwa
pernyataan tersebut adalah “jelas salah.” (Gardner, 1983)
Di Indonesia, persentase siswa yang diajar kimia oleh guru yang tidak
memiliki gelar dalam bidang kimia sangatlah tinggi. Guru-guru kimia tak
bergelar sarjana Kimia tersebut sebenarnya bergelar, tapi sayangnya, gelar
mereka adalah gelar pada bidang Fisika maupun Matematika. Guru mengajar lintas
bidang studi jamak ditemukan. Alasan utama munculnya masalah ini adalah tentu
saja terbatasnya guru kimia, dan adanya anggapan bahwa kimia bisa diajar oleh
guru yang mengajar bidang lain asalkan berada dalam bidang yang serumpun.
Intinya adalah, apapun ilmunya, asalkan ada penugasan, guru siap mengajar
meskipun hasilnya pasti mengecewakan.
Kondisi lebih parah ada pada mata pelajaran bahasa Indonesia dan olahraga.
Adanya anggapan bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia dan olehraga dapat diajar
oleh semua orang asal bergelar guru, menyebabkan banyak alumni sekolah dasar
kurang mampu bersastra dan tentu saja fisik merekapun tidak bagus. Mereka salah
berolahraga.
Suramnya dunia pendidikan semakin diperkeruh dengan berkeliarannya
ilmu-ilmu pengetahuan yang melibatkan metafisika. Tarot, hipnotis, sulap dan
banyak ilmu-ilmu lainnya di beritakan, baik itu di majalah cetak maupun
televisi. Ilmu-ilmu metafisika ini dilegalkan dalam berbagai macam acara
seperti the master, showimah, dan lainnya. Pada akhirnya masyarakatpun menjadi
bingung untuk membedakan mana pengetahuan yang sebenarnya dan harusnya mereka
pelajari dan mana pengetahuan tambahan.
Beberapa tokoh menyalahkan sistem pendidikan kita yang terkesan apa adanya.
Lainnya menyalahkan media. Beberapa politisi relijius bahkan menyalahkan ilmu
pengetahuan yang mereka anggap tidak sesuai dengan pandangan agama mereka.
Apapun alasannya, banyak ilmuwan dan pembela ilmu pengetahuan yakin bahwa
masyarakat Indonesia, tiap tahunnya
menjadi kurang dan kurang rasional. Kita mungkin hidup di zaman ilmu
pengetahuan dan teknologi, tetapi sayangnya, banyak kepercayaan-kepercayaan
liar yang notabene bukan berasan dari ilmu pengetahuan kita adopsi menjadi
pengetahuan yang dipercayai banyak orang.
Paparan di atas pada akhirnya menarik perhatian kita pada dua definisi
kritis akan ilmu pengetahuan yaitu “sains” (ilmu pengetahuan yang sesungguhnya)
dan “pseudo sains” (ilmu pengetahuan tiruan). Untuk mendapatkan gambaran
bagaimanakah hakikat ilmu pengetauan itu sesungguhnya serta perbedaan sains dan
psudo sains, maka makalah berjudul sains dan Pseudo Sains dalam Perpestif
Filsafat Ilmu inipun ditulis.
PEMBAHASAN
A. Hakikat Sains
Kata sains berasal dari bahasa Latin “scientia,” yang bermakna pengetahuan.
Menurut New Collegiate Dictionary Webster, sains adalah “pengetahuan yang diperoleh melalui
studi atau praktek,” atau “pengetahuan yang meliputi kebenaran umum
pengoperasian hukum umum, diperoleh dan diuji melalui metode ilmiah [dan]
perduli pada bentuk fisik dunia. Dalam bahasa Arab, kata science diterjemahkan
sebagai “ilmu.” Kata ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu,’ ilman
dengan wazan fai’ila, yaf’alu, fa’lan, yang berarti mengerti, memahami
benar-benar.
Sains adalah suatu alat, suatu cara khusus untuk menginvestigasi suatu
pertanyaan. Ketika menginvestigasi suatu pertanyaan ilmiah, dibuat suatu
hipotesis, dikumpulkan data-data, dan ahirnya hipotesis didukung atau ditolak.
Ilmuwan tidak pernah takut salah. Pembuktian bahwa suatu hipotesis tidak benar
adalah bagian dari pekerjaan ilmuwan. Adalah penting untuk menjawab pertanyaan
tentang kehidupan dan alam disekitar kita secara ilmiah, sehingga akan banyak
menghilangkan banyak keraguan.
Pembuktian ilmiah selalu diawali dengan pertanyaan, kemudian diikuti dengan
pengumpulan informasi sebanyak mungkin untuk membangun sebuah hipotesis, atau
setidaknya dugaan atau prediksi yang memiliki dasar informasi ilmiah. Langkah
berikutnya adalah melakukan ekperimen untuk menguji hipotesis tersebut. Semua
yang dilakukan dan diperoleh, menyenangkan atau tidak menyenangkan, tentu harus
terdokumentasi dengan baik, kemudian dilaporkan sedemikian rupa sehingga mudah
dipahami oleh orang lain. Pada ahirnya, sang ilmuwan harus membuat kesimpulan
berdasarkan fakta yang diperoleh, apakah hipotesisnya diterima atau ditolak.
Ilmuwan juga harus terbuka untuk berbagi dengan ilmuwan lain tentang eksperimen
dan temuannya. Para ilmuwan dapat saling belajar dan sering memanfaatkan temuan
ilmuwan lain untuk memandu pertanyaan penelitian selanjutnya.
Para ilmuwan juga sering mengulang eksperimen orang lain untuk memastikan
apakah dengan kondisi yang sama akan diperoleh hasil yang konsisten. Verifikasi
seperti ini merupakan mekanisme kendali mutu untuk meniadakan bias. Sebelum
dipublikasi, hasil-hasil penelitian harus diverifikasi secara objektif oleh
mitra-bestari yang terdiri dari pakar berbagai bidang terkait dari institusi
yang berbeda.
Untuk mempetajam definisi sains, di bawah ini akan dipaparkan beberapa
definisi sains oleh beberapa ilmuwan.
Gie (dalam Surajiyo, 2007) memberikan pengertian bahwa ilmu adalah
rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan sesuatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional empirismengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan
keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin
dimengerti manusia. Dari aktivitas ilmiah dengan metode ilmiah yang dilakukan
oleh para ilmuwan dapat dihimpun sekumpulan pengetahuan yang baru atau
disempurnakan pengetahuan yang telah ada, sehingga di kalangan ilmuwan maupun
para filsuf pada umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah sesuatu
kumpulan pengetahuan yang sistematis.
Joesoef (dalam Surajiyo, 2007), menjelaskan bahwa definisi sains mengacu
pada tiga hal yaitu (1) produk, (2) proses, dan (3) masyarakat. Ilmu
pengetahuan sebagai produk yaitu pengetahuan yang telah diketahui dan diakui
kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Pengetahuan ilmiah dalam hal ini terbatas
pada kenyataan-kenyataan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan
terbuka untuk diteliti, diuji, dan dibantah oleh seseorang.
Adapun menurut Bahm (dalam Surajiyo, 2007) definisi ilmu pengetahuan
melibatkan paling tidak enam macam komponen, yaitu masalah (problem), sikap (attitude),
metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan (conclution), dan pengaruh (effects).
Ilmu harus diadakan melalui perantara
aktivitas manusia. Aktivitas ini harus dilakukan dengan metode tertentu,
dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Atas dasar ini Gie (dalam Surajiyo, 2007) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah itu
mempunyai 5 ciri pokok antara lain:
1.
empiris,
pengetahuan itu diperoleh berdasar pengamatan dan percobaan
2.
sistematis,
berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu
mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur
3.
objektif,
ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kekuasaan
pribadi
4.
analitis,
pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian yang
terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan , dan peranan dari
bagian-bagian itu.
5.
verifikatif,
dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun juga.
Sifat ilmiah dalam ilmu dapat diwujudkan, apabila dipenuhi
syarat-syarat yang intinya adalah :
1.
Ilmu harus
mempunyai objek, berarti kebenaran yang hendak diungkapkan dan dicapai adalah
persesuaian antara pengetahuan dan objeknya
2.
Ilmu harus
mempunyai metode, berarti untuk mencapai kebenaran yang objektif, ilmu tidak
dapat bekerja tanpa metode yang rapi
3.
Ilmu harus
sistematik, berarti dalam memberikan pengalaman, objeknya dipadukan secara
harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur
4.
Ilmu bersifat
universal, berarti kebenaran yang diungkapkan oleh ilmu tidak bersifat khusus
melainkan berlaku umum. (Kasmadi dalam
Fuad, 2010:115-116).
B.
Perbedaan Sains dan Knowledge (Pengetahuan)
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa kata ilmu dalam
bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab ‘ilm (pengetahuan) kata benda
(mashdar) dari kata ‘alima yang berarti tahu, sedangkan istilah science dalam
bahasa Inggris berasal dari perkataan latin scientia yang diturunkan dari kata
scio, scire yang artinya to know (mengetahui) dan juga berarti to learn
(belajar). Dari pengertian etimologis itu science, maupun ‘ilm memiliki makna
yang sama yaitu pengetahuan.
Meskipun secara etimologis science berarti pengetahuan yang berarti sama
dengan dalam bahasa Inggris knowledge (pengetahuan), namun science dibedakan
dengan knowledge pada tingkat terminologis. Secara terminologis science bukan
hanya sekedar pengetahuan (knowledge), tapi pengetahuan yang mempunyai
cirri-ciri tertentu. Mengingat perbedaan tersebut maka dalam bahasa Indonesia
ada usaha untuk membedakannya dimana science diterjemahkan menjadi ilmu atau
ilmu pengetahuan, untuk membedakannya dari kata knowledge yang diterjemahkan
dengan pengetahuan.
Peradaban Barat membedakan pengetahuan ke dalam dua istilah teknis, yaitu
science dan knowledge. Istilah yang pertama diperuntukkan bagi bidang-bidang
ilmu nonfisik atau empiris, sedangkan istilah yang kedua diperuntukkan bagi
bidang-bidang ilmu nonfisik seperti konsep mental dan metafisika. Istilah yang
pertama diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan ilmu pengetahuan,
sementara istilah yang kedua diterjemahkan dengan pengetahuan saja. Dengan kata
lain, hanya ilmu yang sifatnya fisik atau empiris saja yang bias dikategorikan
ilmu, sementara sisanya seperti ilmu agama, tidak bias dikategorikan ilmu
(ilmiah).
Fenomena seperti ini baru terjadi pada abad modern karena sampai abad
pertengahan, pengetahuan belum dibeda-bedakan ke dalam dua istilah teknis
diatas, istilah pengetahuan (knowledge) masih mencakup semua jenis ilmu
pengetahuan. Baru ketia memasuki abad modern yang ditandakan dengan
positivisme, maka pengetahuan yang terukur secara empiris dikhususkan dengan
penyebutan scientific knowledge atau science saja.
C. Hakikat Psudosains
Non-sains adalah kumpulan pandangan yang berada di luar lingkup ilmiah.
Wilayah non-sains seperti seni, nilai, kreatifitas, spiritualitas, adalah
sangat sahih, dan bagi banyak orang, merupakan aspek yang sangat penting dari
eksistensi manusia. Subyek non-sains biasanya mudah dipisahkan dari sains.
Pseudo-sains terjadi ketika hal-hal non-sains dicoba untuk dinyatakan
sebagai sains ketika terjadi masalah atau keraguan. Pseudo-sains muncul ketika
ada yang mengklaim bahwa telah dibuktikan secara ilmiah, Padahal sebenarnya
tidak. Keyakinan dan kepercayaan kadang-kadang menjadi pseudo-sains ketika ada
orang yang berusaha mempopulerkan suatu keyakinan atau kepercayaan sebagai
sesuatu fakta yang sudah terbukti secar ailmiah. Argumentasi seperti ini
seringkali muncul ketika sains belum dapat menemukan jawabannya, kemudian
diambil kesimpulan bahwa satu-satunya jawabannya adalah Tuhan. Terlepas dari
masalah keyakinan dan kepercayaan tersebut, masih banyak hal-hal termasuk dalam
pseudo-sains, seperti adanya UFO dan hantu, yang sampai saat ini belum terdapat
bukti kuat secara ilmiah.
Pseudosains (Pseudoscience) adalah suatu istilah yang digunakan untuk
merujuk pada suatu bidang yang menyerupai ilmu pengetahuan namun sebenarnya
bukan merupakan ilmu pengetahuan. Sesuatu yang menyerupai ilmu pengetahuan ini
tidak valid dan memiliki banyak kekurangan, tidak rasional dan cenderung
dogmatis. Dengan kata lain sains ini adalah sains palsu (Ridwan, 2011).
Munculnya kata psudo pada pseudosains dimaksudkan untuk menghina. Kesan
menghina ini muncul karena kata psudo pada hakikatnya memiliki kesamaan dengan
beberapa frasa menghina lainnya seperti “ilmu alternatif” “ilmu palsu” atau
“ilmu sampah.”
Karakteristik kunci dari pseudosains adalah bahwa hal itu tidak sesuai
dengan metode ilmiah. Ini berarti bahwa klaim ilmu ini terhadap suatu hal tidak
dapat diuji, dan tidak mengikuti urutan logis. Banyak konsep-konsep ilmiah
tidak dapat diuji dengan peralatan yang ada. Pseudosains tidak memiliki
dukungan ilmiah, dan tidak dapat diuji.
Karakter yang kedua adalah kurangnya testability dan konfirmasi independen.
Ilmuwan sejati selalu senang untuk berbagi data yang telah mereka dapatkan
dalam penelitian. Data ini digunakan untuk sampai pada kesimpulan mereka.
Pengujian independen dan kritik dari keolega sesama ilmuwan akan selalu mereka
nanti. Kritik dan sanggahan tersebut dapat dijadikan sebagai alat utama untuk
membuktikan teori-teori mereka. Masyarakat pseudosains dilaion pihak biasanya
menolak sanggahan. Mereka lebih memilih untuk mencari bukti-bukti untuk
menguatkan klaim-klaim tertentu. Jeleknya, masyarakat ini tidak terbuka
terhadap pengawasan dari koleganya atau terhadap diskusi.
Yang sangat merepotkan adalah jika ada pihak-pihak yang menggunakan
pendekatan pseudo-sains untuk kepentingan tertentu, termasuk komersial,
politik, dan keamanan. Belakangan ini kita banyak dihadapkan pada klaim-klaim
pihak tertentu yang mampu menghasilkan produk-produk unggul yang dapat
memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi, seperti bahan bakar, produk
pertanian, produk obat, sampai produk elektronik yang dikenal sebagai
sms-santet. Diperlukan scientific wisdom yang memadai untuk dapat memberikan
pertimbangan obyektif terhadap hal-hal tersebut.
D. Sains dan Psudosains: Dua Hal
yang Berbeda
Secara umum, sains dan psudosaaians berbeda. Perbedaan ini secara jelas
dapat dilihat pada tujuh poin berikut:
1.
Dalam sains,
literatur-literatur ilmiah yang ada ditulis bagi para ilmuwan. Untuk
menciptakan literatur harus ada peer review. Terdapat standar yang ketat untuk
kejujuran dan akurasi. Dalam pseudosains,
literatur-literatur yang ada ditujukan untuk masyarakat umum. Tidak ada
review, dalam membuat literatur tersebut,
tidak ada standar serta tidak ada verifikasi pra-publikasi. Meskipun
demikian masih terdapat tuntutan terhadap akurasi dan presisi literatur.
2.
Dalam sains,
produk-produk ilmiah dapat direproduksi. Masyarakat menuntut hasil yang dapat
diandalka. Segala eksperimen yang dilakukan harus dapat dijelaskan dengan tepat
sehingga eksperimen tersebut dapat diulangi
secara presisi. Pengulangan ini dilakukan dalam rangka perbaikan hasil atau
penerapan dalam kasus atau peristiwa lainnya. Sedangkan dalam pseudosains, produk-produk psudo tidak dapat direproduksi
atau diverifikasi. Meskipun ada studi atau eksperimen, tetapi begitu
samar-samar digambarkan. Studi atau eksperimen tersebutpun prosedurnya kurang
jelas sehingga masyarakat umum tidak mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan
dalam studi atau eksperimen atau bagaimana hal itu dilakukan dalam studi atau
eksperimen.
3.
Dalam sains,
kegagalan dalam satu studi memang selalu dicari, karena teori-teori yang salah
seringkali dapat membuat prediksi yang tepat meskipun itu karena faktor
kebetulan. Dengan kegagalan ini akan tercipta teori yang benar. Ketika teori
yang benar telah ditemukan prediksi yang dibuatkun tidak akan salah. Dalam
pseudosains kegagalan akan selalu diabaikan, dimaafkan, disembunyikan, tidak
dihitung, dirasionalisasikan agar selalu
benar, dilupakan, dan dihindari.
4.
Dalam sains,
seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak orang yang belajar tentang
proses fisik dalam berbagai penelitian. Dalam pseudosains tidak ada fenomena
ataupun proses fisik yang ditemukan, dicatat atau dipelajari. Tidak ada
kemajuan yang dibuat, Tidak ada hal konkrit yang dipelajari.
5.
Dalam sains,
kelebihan, kekurangan, kesalahan dan blunder peneliti rata-rata tidak
mempengaruhi “sinyal” keilmiahan studi. Dalam pseudosains, kelebihan,
kekurangan, kesalahan dan blunder peneliti memberi pengarauh nol pada
keilmiahan studi karena memang studi yang dilakukan tidak ilmiah sama sekali
6.
Dalam sains,
masyarakat diyakinkan dengan bukti-bukti ilmiah, argumen-argumen berdasarkan penalaran logis
dan/atau matematika, dengan membuat kasus-kasus berdasarkan bukti-bukti
empirik. Ketika bukti-bukti baru bertentangan dengan ide-ide/teori-teori lama,
ide-ide/teori-teori lama tersebut ditinggalkan. Dalam pseudosains keyakinan
masyarakat dibuat oleh iman dan keyakinan. Dalam hampir setiap kasus
pseudosains memiliki unsur kuasi-religius yang sangat kuat. Pseudosains
memiliki sifat mencoba untuk mengubah, bukan untuk meyakinkan. Masyarakat
diminta untuk percaya lepas dari fakta, bukan karena mereka. Ide lama tidak
pernah ditinggalkan meskipun bukti bukti
baru ditawarkan.
7.
Dalam sains,
tidak ada konflik kepentingan, ilmuwan tidak memiliki orientasi materi tertentu
dari studi yang dikerjakannya. Ini sangata berbeda dengan “Sains Sampah,”, yang
mana ilmuwan memproklamirkan diri mereka sebagai ilmuwan, tetapi sebenarnya mereka dibayar dan bayaran mereka akan mereka
dapatkan ketika hasail studi mereka sesuai dengan keinginan pihak-pihak
tertentu. Dalam pseudosains terdapat konflik kepentingan ekstrim. Ilmuwan
pseudo umumnya mendapatkan nafkah dengan menjual layanan pseudosains misalnya
horoskop, prediksi, instruksi dalam mengembangkan kekuatan paranormal, dll.
E.
Contoh-contoh Pseudosains.
Untuk tuntutan memenuhi syarat sebagai “ilmu” harus memenuhi standar
tertentu. Misalnya, tuntutan harus dapat direproduksi oleh orang lain yang
tidak memiliki kepentingan apakah hal itu benar atau salah. Data dan penafsiran
yang berikutnya terbuka untuk pengamatan dalam lingkungan sosial di mana tidak
salah telah membuat kekeliruan, tetapi tidak dibolehkan tidak jujur atau
menipu. Klaim yang disajikan sebagai ilmiah tapi tidak memenuhi standar ini
adalah yang kita sebut pseudosains. Dalam dunia pseudosains, keraguan dan tes
terhadap salahnya yang mungkin dikurangi atau dengan tegas diabaikan.
Contoh pseudosains berlimpah. Astrologi adalah sebuah sistem kepercayaan
kuno yang beranggapan masa depan seseorang ditentukan oleh posisi dan
pergerakan planet-planet dan benda langit lainnya. Astrologi meniru ilmu
pengetahuan dalam memprediksi dimana astrologi didasarkan pada pengamatan
astronomi yang hati-hati. Namun perbintangan bukan ilmu pengetahuan karena
tidak ada validitas untuk mengklaim bahwa posisi benda-benda langit
mempengaruhi peristiwa-peristiwa kehidupan seseorang. Seperti kita ketahui,
gaya gravitasi yang diberikan oleh benda angkasa pada seseorang lebih kecil
daripada gaya gravitasi yang diberikan oleh benda-benda yang membentuk
lingkungan duniawi: pohon, kursi, orang lain, batang sabun, dan sebagainya.
Selanjutnya, prediksi astrologi tidak terbukti karena tidak ada bukti bahwa
astrologi bekerja.
Manusia sangat baik dalam penyangkalan, yang mungkin menjelaskan mengapa
pseudosains adalah suatu bisnis yang berkembang. Banyak pseudosaintiawan
sendiri tidak mengenali upaya mereka sebagai pseudosains. Seorang praktisi dari
“penyembuhan” misalnya, benar-benar dapat percaya pada kemampuan dirinya untuk
menyembuhkan orang-orang yang tidak akan pernah bertemu kecuali melalui email
dan pertukaran kartu kredit. Dia bahkan dapat menemukan bukti anekdot untuk
mendukung perselisihan yang terjadi dirinya. Efek plasebo dapat menutupi
ketidakefektifan berbagai model penyembuhan. Dalam hal tubuh manusia, apa yang
orang percaya akan sering terjadi bisa terjadi, karena adanya koneksi fisik
antara pikiran dan tubuh.
Teori aktivasi otak tengah mengklaim bahwa aktifasi otak tengah dapat
meningkatkan kecerdasan berfikir, emosi dan motivasi seseorang. Kenyataannya
adalah: otak tengah tidak memiliki fungsi berpikir, emosi, dan motivasi. Otak
tengah yg merupakan bagian dari batang otak memiliki fungsi otak primitive
yaitu mekanisme pertahanan diri dan refleks-refleks pada fungsi vegetative.
Sedangkan kemampuan berpikir, proses belajar, dan memori terutama terletak pada
korteks dan subkorteks. “Teori otak tengah sudah jelas penipuan. Dengan
berpikir atau bertanya sedikit,setiap orang bisa tahu bahwa ini adalah
penipuan. Namun orang Indonesia itu malas bertanya dan ingin yang serbainstan.
Termasuk kaum terpelajar dan orang berduitnya. Jadi kita gampang sekali jadi
sasaran penipuan. Bahkan, saya pernah memergoki, di sebuah gedung pertemuan
(kebetulan saya ke sana untuk keperluan lain), sebuah pelatihan diselenggarakan
oleh sebuah instansi pemerintah yang judulnya “Meningkatkan Kecerdasan Salat”.
Semuanya dijual sebagai pelatihan dengan biaya (istilah mereka “biaya
investasi”) yang mahal. Ini sudah masuk ke masalah membohongi publik, sebab
mana mungkin dengan satu pelatihan selama dua hari seorang anak bisa disulap
menjadi jenius yang serbabisa, bahkan bisa melihat di balik dinding seperti
Superman”.
Terapi urin menjadi tren 10 tahun yang lalu, sampai buku terapi urin banyak
diterbitkan dan didisplay di Gramedia. Namun sekarang tampaknya trennya sudah
berakhir, tidak ada lagi orang yang mau minum urin paginya. Pada kenyataannya
urine (air kencing) adalah hasil eksresi (buangan) dari tubuh manusia yang
tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Food combining dan diet berdasar golongan darah: teori food combining
mengungkapkan bahwa makan karbohidra harus terpisah dari protein dan lemak.
Pagi makan karbohidrat, siang lemak, malam protein. Makan buah dan sayuran
harus dalam keadaan perut kosong. Pada kenyataannya, teori food combining dan
diet berdasar golongan darah tidak memiliki dasar ilmiah yang benar dan tidak
diakui oleh para ahli gizi di perguruan tinggi. Saluran cerna manusia mengeluarkan
enzim untuk pencernaan KH, protein, dan lemak secara bersama-sama sehingga
tidak perlu adanya pemisahan zat makanan. Pemberian buah dan serat dalam
keadaan perut kosong dapat menyebabkan iritasi pada saluran cerna dan hal ini
menyebabkan tidak terbentuknya feses yang bagus konsistensinya.
SIMPULAN DAN PENUTUP
Pengetahuan banyak bentuknya, ada yang sistematis, logis dan ilmiah. Dengan
paparan Sains dan Pseudosains di atas, terdapat beberapa pengetahuan yang tidak
termasuk dalam keduanya, yaitu pengetahuan agama, seni, dan lainnya. Untuk
mendapatkan kejelasan perbedaan diantara hal tersebut, berikut perbandingan
pengertian sains, non sains, dan pseudosains.
Sains adalah suatu alat, suatu cara khusus untuk menginvestigasi suatu
pertanyaan. Ketika menginvestigasi suatu pertanyaan ilmiah, dibuat suatu
hipotesis, dikumpulkan data-data, dan ahirnya hipotesis didukung atau ditolak.
Ilmuwan tidak pernah takut salah. Pembuktian bahwa suatu hipotesis tidak benar
adalah bagian dari pekerjaan ilmuwan. Adalah penting untuk menjawab pertanyaan
tentang kehidupan dan alam disekitar kita secara ilmiah, sehingga akan banyak
menghilangkan banyak keraguan. Pembuktian ilmiah selalu diawali dengan
pertanyaan, kemudian diikuti dengan pengumpulan informasi sebanyak mungkin untuk
membangun sebuah hipotesis, atau setidaknya dugaan atau prediksi yang memiliki
dasar informasi ilmiah. Langkah berikutnya adalah melakukan ekperimen untuk
menguji hipotesis tersebut. Semua yang dilakukan dan diperoleh, menyenangkan
atau tidak menyenangkan, tentu harus terdokumentasi dengan baik, kemudian
dilaporkan sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh orang lain. Pada
ahirnya, sang ilmuwan harus membuat kesimpulan berdasarkan fakta yang
diperoleh, apakah hipotesisnya diterima atau ditolak. Ilmuwan juga harus
terbuka untuk berbagi dengan ilmuwan lain tentang eksperimen dan temuannya.
Para ilmuwan dapat saling belajar dan sering memanfaatkan temuan ilmuwan lain
untuk memandu pertanyaan penelitian selanjutnya. Para ilmuwan juga sering
mengulang eksperimen orang lain untuk memastikan apakah dengan kondisi yang
sama akan diperoleh hasil yang konsisten. Verifikasi seperti ini merupakan
mekanisme kendali mutu untuk meniadakan bias. Sebelum dipublikasi, hasil-hasil
penelitian harus diverifikasi secara objektif oleh mitra-bestari yang terdiri
dari pakar berbagai bidang terkait dari institusi yang berbeda.
Non-sains adalah kumpulan pandangan yang berada diluar lingkup ilmiah.
Wilayah non-sains seperti seni, nilai, kreatifitas, spiritualitas, adalah
sangat sahih, dan bagi banyak orang, merupakan aspek yang sangat penting dari
eksistensi manusia. Subyek non-sains biasanya mudah dipisahkan dari sains.
Pseudo-sains pengetahuan non-sains dicoba untuk dinyatakan sebagai sains
ketika terjadi masalah atau keraguan. Pseudo-sains muncul ketika ada yang
mengklaim bahwa telah dibuktikan secara ilmiah, Padahal sebenarnya tidak.
Keyakinan dan kepercayaan kadang-kadang menjadi pseudo-sains ketika ada orang
yang berusaha mempopulerkan suatu keyakinan atau kepercayaan sebagai sesuatu
fakta yang sudah terbukti secar ailmiah. Argumentasi seperti ini seringkali
muncul ketika sains belum dapat menemukan jawabannya, kemudian diambil
kesimpulan bahwa satu-satunya jawabannya adalah Tuhan.
REFERENSI
Gardner, Martin.1983. The WHYS of a Philosophical Scrivener. Quill.
Ihsan Fuad. 2010. Filsafat Ilmu, Jakarta : Rineka Cipta, 2010.
Surajiyo. 2007. Filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Jakarta :
Bumi Aksara., p. 59
Ridwan, Fendy. 2011. Pseudosains. artikel dalam http://www.filsafatilmu.com
. Diakses tanggal 11 Oktober 2012. Jam 13.00
http://icanologi.blogspot.com/2011/09/pseudosains.html
0 Response to "SAINS DAN PSUDOSAINS"
Post a Comment